Ada yang dengan pantun serius,
pantun plesetan, ungkapan yang sangat puitis, dll.
Nah, bagaimana yang dilakukan Nabi? Hampir semua
ucapan yang beredar tidak ada riwayatnya kepada Rasulullah kecuali ucapan: Taqabbalallahu minaa wa minka, yang maknanya, “Semoga
Allah SWT menerima amal kami dan amal Anda.” Maksudnya menerima di sini adalah
menerima segala amal dan ibadah kita di bulan Ramadhan.
Berkata Al Hafidh Ibnu Hajar[Fathul Bari 2/446] : “Dalam “Al
Mahamiliyat” dengan isnad yang hasan dari Jubair bin Nufair, ia berkata (yang
artinya) : Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila
bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya : Taqabbalallahu minnaa wa minkum (Semoga Allah menerima dari kami dan darimu)”.
bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya : Taqabbalallahu minnaa wa minkum (Semoga Allah menerima dari kami dan darimu)”.
Ibnu Qudamah dalam “Al-Mughni” (2/259) menyebutkan bahwa Muhammad
bin Ziyad berkata : “Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan selainnya dari
kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka bila kembali dari
shalat Id berkata sebagiannya kepada sebagian yang lain : Taqabbalallahu minnaa
wa minka.
Beberapa shahabat menambahkan ucapan shiyamana wa shiyamakum, yang artinya puasaku
dan puasa kalian. Jadi ucapan ini bukan dari Rasulullah,
melainkan dari para sahabat.
Kemudian, untuk ucapan minal ‘aidin wal faizin itu sendiri adalah salah satu ungkapan
yang seringkali diucapkan pada hari raya fithri. Sama sekali tidak bersumber
dari sunnah nabi, melainkan merupakan ‘urf (kebiasaan) yang ada di suatu
masyarakat, dalam hal ini ya di Indonesia saja.
Sering kali kita salah kaprah mengartikan ucapan
tersebut, karena biasanya diikuti dengan “mohon maaf lahir dan batin”. Jadi
seolah-olah minal ‘aidin wal faizin itu artinya mohon maaf lahir dan batin.
Padahal arti sesungguhnya bukan itu. Kata minal aidin wal faizin itu sebenarnya
sebuah ungkapan harapan atau doa. Tapi masih ada penggalan yang terlewat.
Seharusnya lafadz lengkapnya adalah ja’alanallahu wa iyyakum minal aidin wal
faizin, artinyasemoga Allah menjadikan kami dan anda sebagai
orang-orang yang kembali dan beruntung (menang).
Sedangkan
Makna Minal `Aidin wal Faizin menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab dari buku
Lentera Hati
“Minal
`aidin wal faizin,” demikian harapan dan doa yang kita ucapkan kepada sanak
keluarga dan handai tolan pada Idul Fitri. Apakah yang dimaksud dengan ucapan
ini ? Sayang, kita tidak dapat merujuk kepada
Al-Quran untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kata `aidin, karena bentuk kata tersebut tidak bisa kita temukan di sana. Namun dari segi bahasa, minal `aidin berarti “(semoga kita) termasuk orang-orang yang kembali.” Kembali di sini adalah kembali kepada fitrah, yakni “asal kejadian”, atau “kesucian”, atau “agama yang benar”.
Al-Quran untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kata `aidin, karena bentuk kata tersebut tidak bisa kita temukan di sana. Namun dari segi bahasa, minal `aidin berarti “(semoga kita) termasuk orang-orang yang kembali.” Kembali di sini adalah kembali kepada fitrah, yakni “asal kejadian”, atau “kesucian”, atau “agama yang benar”.
Setelah
mengasah dan mengasuh jiwa – yaitu berpuasa – selama satu bulan, diharapkan setiap
Muslim dapat kembali ke asal kejadiannya dengan menemukan “jati dirinya”, yaitu
kembali suci sebagai mana ketika ia baru dilahirkan serta kembali mengamalkan
ajaran agama yang benar. Ini semua menuntut keserasian hubungan, karena –
menurut Rasulullah – al-aidin al-mu’amalah, yakni keserasian dengan sesama
manusia, lingkungan, dan alam.
Sementara
itu, al-faizin diambil dari kata fawz yang berarti “keberuntungan” . Apakah
“keberuntungan” yang kita harapkan itu Di sini kita dapat merujuk pada
Al-Quran, karena 29 kali kata tersebut, dalam berbagai bentuknya, terulang.
Menarik juga untuk diketengahkan bahwa Al-Quran hanya sekali menggunakan bentuk
afuzu (saya beruntung). Itupun menggambarkan ucapan orang-orang munafik yang
memahami “keberuntungan” sebagai keberuntungan yang bersifat material (baca QS
4:73)
Bila
kita telusuri Al-Quran yang berhubungan dengan konteks dan makna ayat-ayat yang
menggunakan kata fawz, ditemukan bahwa seluruhnya (kecuali QS 4:73) mengandung
makna “pengampunan dan keridhaan Tuhan serta kebahagiaan surgawi.” Kalau
demikian halnya, wal faizin harus dipahami dalam arti harapan dan doa, yaitu
semoga kita termasuk orang-orang yang memperoleh ampunan dan ridha Allah SWT
sehingga kita semua mendapatkan kenikmatan surga-Nya.
Salah
satu syarat untuk memperoleh anugerah tersebut ditegaskan oleh Al-Quran dalam
surah An-Nur ayat 22, yang menurut sejarah turunnya berkaitan dengan kasus
Abubakar r.a. dengan salah seorang yang ikut
ambil bagian dalam menyebarkan gosip terhadap putrinya sekaligus istri Nabi, Aisyah. Begitu marahnya Abubakar sehingga ia bersumpah untuk tidak memaafkan dan tidak memberi bantuan apapun kepadanya.
ambil bagian dalam menyebarkan gosip terhadap putrinya sekaligus istri Nabi, Aisyah. Begitu marahnya Abubakar sehingga ia bersumpah untuk tidak memaafkan dan tidak memberi bantuan apapun kepadanya.
Tuhan
memberi petunjuk dalam ayat tersebut: Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang
dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang (QS 24:22).
Marilah
kita saling berlapang dada, mengulurkan tangan dan saling mengucapkan minal
`aidin wal faizin. semoga kita dapat kembali mendapatkan jati diri kita semoga
kita bersama memperoleh ampunan,
ridha, dan kenikmatan surgawi. Amin.
ridha, dan kenikmatan surgawi. Amin.
Dari
berbagai sumber
http://deltapapa.wordpress.com/2008/09/19/ucapan-idul-fitri-sesuai-rasulullah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar